AlgiKnit: Kain Rajut dari Rumput Laut Asal Amerika Serikat

Kain rajut dari rumput laut oleh AlgiKnit. (Foto: via Material Driven)

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan sistem fesyen yang berkelanjutan telah memicu lahirnya berbagai inovasi tekstil ramah lingkungan yang menggunakan bahan-bahan yang berasal dari alam. Salah satu diantaranya adalah tekstil keluaran sebuah perusahaan rintisan (startup) di bidang bioteknologi asal New York, Amerika Serikat, AlgiKnit. Sesuai dengan nama perusahaan yang diambil dari kata “algae” atau rumput laut, AlgiKnit telah berhasil mengembangkan material kain berbahan dasar rumput laut yang dicampur dengan biopolimer terbarukan.

Perjalanan AlgiKnit

Pada awalnya, AlgiKnit merupakan bagian dari BioEsters, sebuah tim utusan Fashion Institue of Technology (FIT) yang memenangkan kompetisi inkubator Biodesign Challenge di tahun 2016 lalu. Tim ini berisikan 5 orang, yaitu Tessa Callaghan, sekarang menjabat sebagai CEO, Aaron Nesser, menjabat sebagai CTO, Aleks Gosiewski, menjabat sebagai COO, serta dua teman sekolah mereka Asta Skocir dan Theanne Schissors.

Kiri-kanan: Asta Skocir, Aaron Nesser, Tessa Callaghan, Aleks Gosiewski, dan Theanne Schissors. (Foto: via Forbes)

Memiliki latar belakang di bidang desain dan teknologi, tim AlgiKnit dibangun atas dasar keinginan para co-founders untuk membuat produk tekstil yang berkelanjutan. Melihat adanya peningkatan tren akan konsumsi masyarakat di mana mereka akan membeli lebih banyak pakaian dari yang sebenarnya mereka butuhkan, AlgiKnit berkomitmen untuk mengembangkan produk yang dapat terurai dan bermanfaat bagi lingkungan kedepannya. Atas inovasi ini, AlgiKnit juga memenangkan Chasing Genius Award dari National Geographic di tahun 2017, mendapatkan USD100.000 dari Rebel Bio (program akselerator bisnis internasional), dan mendapat USD2.4 juta dari Horizon Ventures (perusahaan investasi modal asal Hong Kong yang berfokus pada startup teknologi).

Penentuan Rumput Laut sebagai Bahan Dasar dan Rajut sebagai Teknik Produksi Kain

Kelp (or large Seaweed/Algae) are the source of Alginate, the biopolymer used by AlgiKnit to create their Bioyarn and bio-based textile.
Kelp (algae/rumput laut besar) yang digunakan sebagai bahan dasar AlgiKnit. (Foto: via Material Driven)

Produk AlgiKnit terdiri dari dua komponen utama: Rumput laut dan teknik rajut (knit). Pemilihan dua fokus utama ini pun bukan tanpa alasan. Rumput laut dipilih karena merupakan salah satu organisme yang paling cepat tumbuh sehingga dapat dengan cepat diperbarui. Tidak hanya itu, rumput laut juga dapat terurai sepenuhnya sehingga sejalan dengan visi AlgiKnit.

Transformasi AlgiKnit dari bentuk pasta hingga lembaran kain rajut. (Foto: Dok. AlgiKnit via Material Driven)

Sebelum memulai perjalanan mereka melalui kompetisi Biodesign Challenge, Tessa dan tim melakukan serangkaian penelitian untuk menemukan bahan dan jenis kain yang tepat. Pertama-tama, mereka bereksperimen dengan berbagai produk biopolimer seperti kitin, selulosa mikroba, dan agar. Setelah itu, mereka mulai memasukkan lembaran kulit mikroba ke dalam formula tersebut.

Penggunaan teknik rajut dinilai sebagai pilihan yang lebih ramah lingkungan oleh tim AlgiKnit.
(Foto: Dok. AlgiKnit via Material Driven)

Inspirasi terkait penggunaan teknik rajut pada AlgiKnit muncul ketika tim AlgiKnit melakukan penelitian mengenai perkembangan terbaru dari para peneliti biomaterial yang mereka kagumi, salah satunya adalah Suzanne Lee dari Modern Meadow, perusahaan yang mengembangkan ZOA, biomaterial yang dibuat dengan memanfaatkan ragi. Mereka menyadari kebanyakan biomaterial yang telah dikembangkan saat ini muncul dalam bentuk lembaran. Dengan latar belakang yang kuat dalam penelitian terkait teknik rajut, Tessa dan timnya pun mulai meneliti penggunaan teknik rajut dengan material dasar rumput laut tersebut. Mereka juga yakin bahwa membuat jenis benang baru yang dapat dirajut akan menjadi pilihan yang lebih baik, dikarenakan sifat rajutan yang tanpa limbah karena dapat diproduksi menyesuaikan dengan bentuk dan ukuran produk yang diinginkan.

Karena memiliki keahlian di bidang pakaian rajut (knitwear), Asta Skocir mulai mencoba teknik lain seperti  melakukan embos dengan pola rajutan dan memotongnya menjadi potongan kain yang dapat dirajut. Sayangnya, material tersebut tidak berfungsi dengan baik karena memiliki sifat yang terlalu kaku untuk dirajut. Pada akhirnya, Asta beralih ke pembuatan benang filamen dan menghasilkan serat kain yang, jika terekspos udara, mengeras seperti mie instan kering. Formula ini terus mereka kembangkan hingga mendapatkan serat kain yang tidak terdehidrasi dan memiliki kelenturan yang cukup untuk dijadikan benang rajut. Dengan wujudnya yang dibuat dalam bentuk benang, AlgiKnit dapat diproduksi dengan ketebalan atau dimensi yang berbeda-beda sesuai kebutuhan atau permintaan, memungkinkan adanya karakter kain yang berbeda-beda pula. Sementara penggunaan teknik rajut membuat AlgiKnit semakin fleksibel untuk dibuat dalam jenis produk yang bervariasi, dari sepatu kets, tas, hingga tali arloji.

Proses Produksi dan Pewarnaan

Proses percobaan warna pada material AlgiKnit menggunakan pewarna alam. (Foto: via Material Driven)

Proses produksi AlgiKnit dimulai dengan mencampurkan air dengan komponen biopolimer yang terbuat dari rumput laut berjenis kelp hingga mengental seperti adonan pasta. Adonan ini kemudian akan melalui proses transformasi kimia dan diekstrak hingga menjadi filamen. Filamen ini memiliki daya serap tinggi dan mendapat warnanya secara alami dari tumbuhan. Hal ini lah yang memungkinkan AlgiKnit untuk mengurangi penggunaan air dan menghindari penggunaan pewarna kimia yang buruk untuk lingkungan. Sifat benang yang kuat dan elastis ini juga memungkinkan AlgiKnit untuk memproduksi barang menggunakan proses 3D printing.

Dari Tank Top Hingga Sepatu Kets

Sampai saat ini, AlgiKnit hanya mengeluarkan produk kain dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan atau label pakaian saja. Namun, mereka pernah membuat produk prototipe sebanyak dua kali dalam bentuk tank top dan sepatu. Pada tahun 2017 lalu, AlgiKnit berpartisipasi dalam acara kolaborasi pertama antara FIT dan TED di mana pada acara tersebut dipamerkan berbagai jenis inovasi tekstil. AlgiKnit mengeluarkan tank top rajut yang dibuat menggunakan benang AlgiKnit sepenuhnya. Karena menggunakan bahan-bahan dari alam, meski memiliki tekstur yang menyerupai poliester, namun tank top ini terasa ringan dan sejuk ketika dikenakan.

Produk kedua mereka baru saja dikeluarkan pada bulan Juni 2020 lalu dalam bentuk sepatu sneakers. Berbeda dengan tank top yang dirajut, AlgiKnit memproduksi sepatu ini juga menggunakan teknologi 3D printing untuk membuat bagian sol dan detail belakang sepatu.

Tak Sebatas Rumput Laut

Tube percobaan dalam proses taksonomi material AlgiKnit. (Foto: Dok. AlgiKnit via Material Driven)

Melalui sebuah wawancara yang dilakukan oleh AlleyWatch bersama dengan Aaron Nesser, diketahui bahwa AlgiKnit untuk saat ini akan memfokuskan diri mereka dalam membangun proyek internal maupun kerja sama dengan label pakaian. Mereka ingin meningkatkan skala produksi mereka dan mengembangkan material ramah lingkungan lainnya. Untuk saat ini, AlgiKnit masih memesan rumput laut dalam jumlah kecil untuk setiap pembuatan produk atau prototipe, namun mereka berharap agar kelak ketika permintaan semakin tinggi, mereka dapat mengembangkan kerja sama dengan para pembudidaya rumput laut serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan manfaat yang bisa didapatkan dari tumbuhan tersebut.

Untuk mengetahui lebih lanjut terkait AlgiKnit dan produknya, kunjungi situs resmi mereka di www.algiknit.com. Selain itu, mereka juga kerap membagikan informasi mengenai biomaterial, perubahan iklim, dan sustainable fashion melalui akun Instagram mereka @algiknit .

Penulis: Nabila Nida Rafida | Editor: Mega Saffira | Sumber: Vegconomist | Forbes | Material Driven | Amber Root | AlleyWatch | Knitting Industry | Futurism | Fashionista | Trend Hunter

One comment

Leave a comment