Mengenal Sulam Usus, Kain Tradisional Warisan Suku Lampung Pepadun

Sulam Usus, kerajinan tradisional khas Lampung. (Foto: Dok. Aan Prihandaya)

Jika berbicara tentang kerajinan tradisional dari Lampung, mungkin yang pertama kali teringat di otak adalah kain Tapis, kain tenun berbentuk sarung dari benang kapas yang disulam dengan benang emas dan perak. Tetapi, tidak hanya itu, Lampung juga memiliki warisan kriya lain yang menjadi ciri khas mereka, yaitu kain Sulam Usus.

Sejak Abad Ke-16

Kain Sulam Usus diwariskan oleh suku Lampung Pepadun yang berkediaman di Menggala, Tulang Bawang. Sesuai dengan namanya, kain Usus merupakan kerajinan tusuk sulam di atas kain yang dibentuk melingkar menyerupai usus ayam. Biasanya, Sulam Usus akan dibuat dengan dasar kain satin, shantung, atau sutra, sehingga memiliki tekstur yang lembut.

Sulam Usus sudah digunakan oleh masyarakat Lampung sejak abad ke-16 silam. Pada saat itu, Sulam Usus kebanyakan hanya dipakai untuk menjadi perangkat pakaian adat pengantin perempuan, dan hanya golongan bangsawan lah yang memakai kain sulam ini untuk pakaian sehari-hari. Sejatinya, Sulam Usus difungsikan sebagai penutup bagian dada (bebe) perempuan karena dahulu mereka hanya memakai kain tapis hingga bawah dada. Kini, Sulam Usus banyak dikreasikan menjadi pakaian dan aksesori modern.

Proses Pembuatan

Untuk membuat Sulam Usus, pengrajin harus melalui beberapa tahapan. Pertama-tama, pengrajin harus mempersiapkan kain yang akan digunakan sebagai dasar, serta kain satin yang dipotong-potong kecil memanjang seperti pita yang akan disulam. Setelah itu, pengrajin akan memasuki tahapan rader atau penggambaran pola di atas kertas karbon ke atas kain dasar, sehingga memudahkan proses duplikasi pola. Pola yang sudah terbentuk ini kemudian akan ditempeli oleh potongan kain.

Tahap penyulaman. (Foto: Dok. Rahayu Gallery, Dunia Indra)

Selanjutnya, kain satin yang sudah dipotong dan dirangkai akan dijelujur menggunakan benang jahit mengikuti pola rader pada kain dasar, sehingga memudahkan proses penyulaman dan mencegah potongan kain untuk keluar dari garis pola yang sudah dibuat. Ketika seluruh potongan kain selesai dijelujur, barulah pengrajin akan menyulam potongan-potongan kain mengikuti motif yang sudah ditentukan. Entah itu untuk baju, selendang, atau taplak meja. Jika seluruh potongan telah menyatu dengan baik, barulah para pengrajin dapat memberi hiasan berupa payet jika diperlukan.

Karena membutuhkan ketelitian yang tinggi, dalam membuat sebuah atasan perempuan dengan panjang sepinggul saja bisa mencapai 2-3 bulan. Pengerjaan satu baju Sulam Usus dapat membutuhkan 10 orang yang biasanya adalah perempuan, dengan masing-masing tahap dikerjakan oleh orang yang berbeda-beda. Dengan proses pembuatan yang tidak sederhana, satu pakaian Sulam Usus bisa dihargai sebesar Rp700.000 hingga Rp35.000.000. Meski dulu hanya digunakan dalam adat pernikahan, kini penggunaan kain Sulam Usus semakin meluas hingga menjadi gaun, kebaya, juga aksesoris seperti tas, taplak meja, juga kopiah.

Mengenal Aan Ibrahim, Salah Satu Tokoh yang Berperan dalam Melestarikan Sulam Usus

Aan Ibrahim dengan salah satu karyanya. (Foto: Dok. Tagar.id)

Aan Ibrahim adalah seorang desainer asal Lampung yang menjabat sebagai ketua Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) pada tahun 2015-2020 lalu, menjadi salah satu tokoh yang berperan aktif dalam mengenalkan Sulam Usus ke masyarakat luas. Aan memulai karirnya sebagai desainer pada tahun 1989, ketika bidang yang digelutinya ini masih sedikit diminati jasanya. Ketika berusaha mengubah kain tradisional Lampung menjadi pakaian siap pakai yang lebih modern, berbagai tokoh masyarakat sempat mengkritiknya karena khawatir hal ini dapat mengurangi nilai adat dan eksklusivitas dari kain-kain tersebut.

Aan pun kemudian meyakinkan pada mereka bahwa dengan mengembangkan kerajinan tradisional ini, maka perekonomian setempat akan semakin maju dengan adanya lapangan kerja baru, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat diberdayakan. Benar saja, bekerja sama dengan dinas sosial setempat, Aan kemudian membuka pusat pelatihan yang tersebar di 10 kabupaten dan kota di Lampung.  Pelatihan ini biasanya akan berlangsung selama enam bulan dan sebagian dari alumninya akan dijadikan pegawai atau didorong untuk membuka usaha sendiri di daerahnya.

Siti Rahayu, desainer dan pemilik Rahayu Gallery. (Foto: Dok. IDN Times)

Karya Aan beberapa kali digunakan di ajang kompetisi internasional seperti “Miss Universe” dan “Miss Indonesia.” Tidak hanya itu, pada tahun 2020 lalu ia juga diundang oleh pemerintah Negara Meksiko untuk membuka pameran Sulam Usus dalam rangka perayaan hari ulang tahun negara tersebut. Selain Aan, Siti Rahayu juga disebut sebagai salah satu desainer yang mendapatkan penghargaan dari Dekranasda Kota Bandarlampung pada tahun 2019.

Upaya Pelestarian Sulam Usus oleh Pemkot Bandarlampung

Situasi pelatihan Sulam Usus gratis di Kota Bandarlampung. (Foto: Dok. Lampung17.com)

Bulan Maret 2021 lalu, diberitakan bahwa Pemerintah Kota Bandarlampung telah memulai program pelatihan kerajinan Sulam Usus gratis untuk puluhan ibu rumah tangga di Kecamatan Sukabumi dan beberapa kecamatan lainnya. Upaya ini disebut tidak sekedar berperan dalam pelestarian Sulam Usus dan Tapis sebagai warisan budaya Lampung, namun juga dapat membantu perkembangan ekonomi dan ekosistem UMKM di Lampung, khususnya Kota Bandarlampung. Eva Dwiana, Walikota Bandarlampung menyatakan bahwa kedepannya, program pelatihan gratis ini akan terus diperluas ke berbagai wilayah lainnya. Tak hanya mendukung dengan memberikan pelatihan dan peralatan gratis, Pemkot Bandarlampung juga memberikan fasilitas terkait pemasaran untuk setiap kecamatan.

Penulis: Nabila Nida Rafida | Editor: Mega Saffira | Sumber: Teras Lampung | Tagar | Inacraft News | Netizenku | Intinews | Fitinline | Suara

3 comments

Leave a comment